Mahkamah Konstitusi (MK) telah menghapus aturan mengenai presidential threshold sebesar 20% dari jumlah kursi DPR, yang digugat oleh 4 mahasiswa dari Yogyakarta. Keputusan ini diberikan dalam perkara 62/PUU-XXI/2023 yang dibacakan pada Kamis (2/1) di Gedung MK, Jakarta Pusat.
Apa Itu Presidential Threshold?
Presidential threshold merupakan ambang batas suara yang harus dipenuhi oleh partai politik agar dapat mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Aturan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 pada Pasal 222.
Keputusan MK
-
Dampak Keputusan: Dengan dihapusnya aturan ini, semua partai politik peserta Pemilu kini memiliki kesempatan untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden pada pemilu berikutnya, tanpa harus memenuhi persyaratan ambang batas suara.
-
Penilaian MK: Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa pengusulan berdasarkan ambang batas tidak efektif dalam menyederhanakan jumlah partai politik peserta pemilu. Besarannya cenderung menguntungkan partai politik yang sudah memiliki kursi di DPR.
Saran MK untuk Revisi UU
MK menyarankan agar DPR dan pemerintah memperhatikan penyesuaian dalam merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden tidak seharusnya didasarkan pada persentase kursi di DPR atau perolehan suara nasional.
- Sanksi: Partai politik peserta pemilu yang tidak mengusulkan pasangan calon dapat dikenakan sanksi larangan ikut serta dalam pemilihan presiden berikutnya.
Meskipun putusan penghapusan ambang batas ini tidak bulat, dengan adanya dua hakim yang memberikan pendapat berbeda (dissenting opinion), yaitu Anwar Usman dan Daniel Yusmic P Foekh. MK telah menerima 36 kali gugatan terkait presidential threshold sebelumnya, namun baru kali ini permohonan tersebut dikabulkan.